Yangdisertai dengan keyakinan yang tinggi dalam berdoa dan mengerti makna doa yang diucapkan. Seperti, bahasa Sunan Kalijaga itu Jawa maka beliau menyusun lah doa-doa yang berbahasa Jawa, agar dapat dipahami oleh orang Jawa. Pada saat itu Sunan Kalijaga sudah memeluk agama Islam. Kemudian sunan Kalijaga mentransformasikan agama Islam oleh kepada Orang-orang Jawa. Yang menurut orang Jawa bahwa Agama Islam itu terasa asing bagi mereka. Sunan Kalijaga memiliki doa utama ketika malam hari yaitu ï»ż403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 68dyd4kipvWuCkFcM6jWXXo9t_oecagEhOqbDLe5cuxePHKMoIXWJQ==
Lagu- Lagu Sunan Kalijaga yang Penuh Makna Kehidupan. Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo yang menyebarkan islam di tanah jawa hingga nusantara. Dakwahnya yang khas yaitu dengan menyertakan budaya lokal membuat masyarakat pada waktu itu berbondong - bondong memeluk agama Islam. Salah satu budaya yang dijadikan sarana dakwah oleh
Jakarta - Sunan Kalijaga adalah tokoh penyebar agama Islam yang populer di Tanah Jawa khususnya Jawa Tengah. Ia berdakwah menggunakan metode yang sangat lekat dengan budaya masyarakat Jawa pada saat Songo memiliki peran besar dalam sejarah masuknya agama Islam di Tanah Jawa. Sebagai pelopor Islam, kisah Wali Songo saat menyebarkan ajarannya patut menjadi suri tauladan bagi dalam Jurnal Wali Songo, wali merupakan sosok yang memiliki kelebihan atas kedekatannya dengan Allah SWT. Wali menjadi wasilah atau perantara antara manusia dengan Allah berasal dari bahasa Arab dari kata Waliyullah yang berarti orang yang dicintai dan mencintai Allah SWT. Sementara itu, Songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti kata Wali Songo diartikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama satu Wali Songo yang menyebarkan siar Islam di Jawa Tengah adalah Sunan dari buku Sunan Kalijaga Raden Said karangan Yoyok Rahayu Basuki, Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 Masehi. Nama aslinya Raden Said. Ayahnya seorang adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Kalijaga juga dikenal dengan Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden pada masa remaja Sunan Kalijaga suka merampok. Menurut berbagai sumber, tindakannya dilatarbelakangi oleh ketidakadilan yang dirasakan rakyat kecil karena mereka harus membayar pajak atau ia membongkar gudang makanan lalu mencuri dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, tindakan yang dilakukannya justru membuat ayahnya merasa malu. Sehingga ia pada suatu ketika, Sunan Kalijaga hendak merampok tanpa diketahui ternyata orang yang menjadi sasarannya adalah Sunan Bonang. Akhirnya Sunan Kalijaga dibimbing oleh Sunan Bonang untuk menjadi yang menjadi cikal bakal perubahan nama Raden Said menjadi Sunan Kalijaga hingga menjadi penerus halaman berikutnya
Salahsatu diantaranya adalah sunan kalijaga, yang banyak memberikan tausiyah dalam bentuk nasehat bahasa jawa. Setelahnya, sunan kalijaga pun diwejang oleh nabi khidir tentang kesulitan hidup bila diliputi kebodohan. Pitutur Sunan Kalijaga Rajin Belajar Sunan kalijaga lahir pada tahun 1450 di tuban dan wafat pada 1550 di desa kadilangu, dekat kota demak. Download Free DOCDownload Free PDFCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaCerita Sunan Kali Jaga dalam bahasa JawaMuhammad Husein T LirikLingsir Wengi yang asli oleh Sunan Kalijaga dalam Bahasa Jawa: Lingsir wengi Sepi durung biso nendro Kagodho mring wewayang Kang ngreridhu ati Kawitane Mung sembrono njur kulino Ra ngiro yen Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Bahasa Jawa sebagian besar banyak digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sama-sama bahasanya, namun yang membedakan adalah tata bahasanya. Meskipun berbeda-beda tetap satu bahasa yaitu bahasa Jawa. Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, “Wong Jowo sing ora njawani” Orang jawa yang tidak mengerti jawa’nya sendiri. Berikut rangkuman filosofi Jawa yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga, yang mungkin sering kali kita dengar atau pernah mendengarnya 1. Urip Iku Urup-Hidup itu nyala, yakni bisa berguna buat sesama manusia “Hidup itu nyala, hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik”. Hidup itu seperti lampu atau lilin dan sejenisnya yang mampu memberi manfaat penerangan bagi yang membutuhkan. Ada yang hidup hanya sekadar hidup, namun tak memberi manfaat bagi sekitar. Dan juga hidup bersosial itu perlu. Kita tak bisa hidup sendiri, semua pasti saling membutuhkan karena kita diciptakan sebagai makhluk Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro “Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak”. Mengusahakan mengupayakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hidup di dunia. Dapat diartikan juga bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya senantiasa mengusahakan dan menjaga keselamatan hidup kita sendiri dan kehidupan di sekitar kita dengan mempedulikan ciptaan Allah yang lain. Hal ini bertujuan supaya kehidupan kita menjadi selaras dan dinamis. 3. Suro Diyo Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti “Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar”. Keras hati adalah tidak peduli terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain. Seseorang yang hatinya mengalami kondisi tersebut tidak merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Sumber keras hati adalah hawa nafsu. Hendaknya kita mengontrol nafsu kita dengan bijak agar tidak terlanjur keras picik adalah sifat sempitnya tentang pandangan, pengetahuan, pikiran, dan sebagainya. Maka jadilah orang yang “longgar” terbuka. Karena orang yang terbuka dan tidak berpikiran sempit selalu memandang bahwa dari orang yang paling kecil pun, ia bisa belajar banyak dari mereka atau dari hal yang paling keliru pun, ada hal positif yang bisa diambil. Apalagi sifat angkara murka yang berarti kebingisan dan ketamakan yang jelas menjadi sifat yang tidak patut ditiru dan hanya menjadi celaka diri sendiri. 4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondo “Berjuang tanpa perlu membawa massa; menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; kaya tanpa didasari kebendaan”. Kita harus 'maju perang', namun kita harus berangkat sendiri, tidak diperbolehkan membawa 'pasukan'. Berjuang tanpa membawa massa. Mengapa demikian? Karena kita harus berperang melawan “diri sendiri'. Ungkapan Jawa, menang tanpa ngasorake tersebut memiliki arti bahwa tujuan pencapaian kita yang kita harapkan, kemenangan yang kita inginkan, haruslah tanpa merendahkan orang tanpa mengandalkan kekuatan, berarti suatu kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa seseorang, perkataannya, membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya. Kaya tanpa didasari kebendaan, kaya yang dimaksud sebenarnya adalah tidak berkekurangan, artinya bukan semata-mata harta yang menjadikan tolak ukur. Kaya yang dituju dalam hidup bukanlah pengumpulan harta benda dan uang selama hidup. 5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan “Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; jangan sedih manakala kehilangan sesuatu”. Musibah tak pernah lepas dari manusia, namun jangan gampang menyerah. Sedih dan sakit hati, apalagi berburuk sangka dengan Sang Pencipta. Semua itu ujian bagi kita. Perlu diingat bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang melapaui batas makhluk-Nya. Jika kita tidak tergesa-gesa, mau bersabar dan berpikir jernih pasti ada jalan keluar atau solusinya. Yakinlah! Di balik kesulitan, ada kemudahan yang begitu dekat. 6. Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman “Jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut-kejut, jangan mudah kolokan atau manja”. Jangan mudah terheran-heran adalah pelajaran untuk kita tidak mudah heboh atas sebuah peristiwa atau kejadian yang kita lihat. Kehebohan itulah yang justru membuat kita terlihat bodoh. Sikapi segala sesuatu dengan tenang dan anggap semuanya adalah kewajaran yang luar mudah menyesal adalah pelajaran untuk selalu menyadari bahwa setiap hal yang kita putuskan selalu mempunyai resiko, dan atas resiko yang terjadi maka kita harus selalu siap. Sesal kemudian tidak berguna. Selalu berpikir postif dan belajar atas semua kejadian adalah hal yang lebih mudah terkejut adalah pelajaran untuk kita bersikap waspada, mawas diri, fleksibel, dan tidak reaktif. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Oleh karenanya, jangan pernah meremehkan sesama. Bersikaplah secara wajar dan mudah kolokan atau manja, hidup kita adalah tanggung jawab kita. Setiap kewajiban kita perlu dikerjakan tanpa harus mendapat pujian dan sanjungan. Hidup tidak selalu mudah, tidak perlu berkeluh-kesah dan merengek, karena mengeluh dan merengek tidak akan menyelesaikan masalah kita. Hidup itu mesti diperjuangkan dengan penuh Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman “Jangan terobsesi atau terkukung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi”. Hidup ini bukan hanya tentang memiliki kedudukan yang tinggi yang dapat disegani oleh sekitar, sehingga kebendaan atau kekayaan yang menjadi tolak ukur atas tingginya martabat diri. Namun, semua itu hanya menuju ke kepuasan duniawi, dan seakan lupa kita mempunyai jiwa dan hati nurani yang sebenarnya berat menyangga semua itu. Nafsu yang menikmati, tapi hati yang bersih dapat ternodai. 8. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko “Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka”. Manusia terkadang tidak bisa mengontrol diri ketika dia merasa pandai, sehingga menghalalkan kepandaiannya untuk berbuat curang, yang sebenarnya menjadi jurang celakanya sendiri. Teringat kata seseorang “Seorang guru itu bisa siapa saja. Siapa saja bisa menjadi guru; asal sesuatu darinya bisa di gugu dipercaya dan diikuti ucapan-ucapannya dan aku tiru contoh. Boleh jadi kalian, atau di antara kalian diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan bidang”. Bisa jadi kepandaian kita berasal belajar dari apapun yang di sekitar kita yang dianggap biasa, namun tidak kita sadari. Oleh karena itu, kita tidak bisa merasa paling pandai hingga menjadi sombong. Seseorang yang pandai bisa dimulai belajar dari sesuatu yang kecil dan mengarahkannya pada jalan yang baik. 9. Ojo Milik Barang kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo “Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah. Jangan berpikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat”. Manusia rentan tergoda oleh sesuatu yang wah’ di matanya, hingga lupa apa yang menjadi tujuannya. Yang seharusnya dia berjalan lurus, namun bisa berbelok arah. Untuk melangkah dan mengambil keputusan harus lebih berhati-hati, perlunya pertimbangan yang matang guna mendapatkan keputusan yang baik dan benar, sehingga bisa meminimalisir resiko kesalahan dan akhirnya tidak ada lagi penyesalan yang Ojo Adigang, Adigung, Adiguno “Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti”. Nah, untuk ini sudah pasti banyak yang mendengar kata-kata yang cukup sederhana dan mudah dimengerti. Tidak perlu menjadi yang paling berkuasa, yang paling besar kedudukan dan martabatnya, dan yang paling sakti atau kuat dirinya. Karena semua itu akan menjadikan kita perpecahan dan buta akan kebhinekaan atau keberagaman yang seharusnya menjadi warna layaknya kamu mungkin bukan orang Jawa, memaknai filosofi tadi juga nggak ada salahnya, kok. Toh, jika itu baik, kenapa nggak? 🙂 ILMUKAROMAH SUNAN KALIJAGA.Adalah ilmu beladiri yang bersifat laduni.Berbeda dengan beladiri tenaga dalam pada umumnya, ilmu ini dapat dukuadai tanpa belajar jurus, pernafasan, puasa, wirid dan lain-lain. Seorang murid menerima keilmuannya langsung dari Guru Besar melalu proses "transfer ilmu" lewat sentuhan tangan yang berlangsung hanya
Sunan Kalijaga mempunyai nama panggilan pendek, yaitu Sunan Kali. Nama kecilnya yaitu, Raden Syahid. Beliau adalah putra seorang adipati Tuban Tumenggung Wilatikta. Beliau juga termasuk anggota wali sanga yang sangat populer di Tanah Jawa. Namun jarang orang yang mengetahui akan ajarannya. Umumnya orang mengenal ajarannya dari kidung atau tembang. Diantaranya yaitu, tembang “Ilir-ilir”. Sunan Kalijaga menyusun berbagai doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusun beliau itu namanya kidung. Di antara doa-doa beliau yang sangat populer yaitu kidung “Rumekso Ing Wengi” yang artinya perlindungan pada malam hari. Kidung ini dikenal sebagai “Mantra Wedha” Doa penyembuhan, karena jika kidung ini diucapkan dengan keyakinan yang tinggi maka akan menghasilkan kekuatan gaib, yang berguna untuk perlindungan dan penyembuhan. Ada dua hal yang perlu diketahui dalam doa, yaitu keyakinan dan bahasa doa itu sendiri. Yang disertai dengan keyakinan yang tinggi dalam berdoa dan mengerti makna doa yang diucapkan. Seperti, bahasa Sunan Kalijaga itu Jawa maka beliau menyusun lah doa-doa yang berbahasa Jawa, agar dapat dipahami oleh orang Jawa. Pada saat itu Sunan Kalijaga sudah memeluk agama Islam. Kemudian sunan Kalijaga mentransformasikan agama Islam oleh kepada Orang-orang Jawa. Yang menurut orang Jawa bahwa Agama Islam itu terasa asing bagi mereka. Sunan Kalijaga memiliki doa utama ketika malam hari yaitu doa untuk keselamatan pada malam hari. Keselamatan yang nyata, Keselamatan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya bagi orang-orang yang memeluk agama yang dibawa Sunan Kalijaga. Kita tahu bahwa pada malam hari waktunya semua orang istirahat, dan pada waktu itu suasana malam hari sangat menyeramkan tanpa ada lampu listrik. Maka dari itu, Sunan Kalijaga menyusun doa-doa agar semua orang pada saat itu tetap dalam keselamatan. Dalam Al-Qur’an juga ada surat yang dibaca untuk keselamatan atau perlindungan, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 255, yang sering disebut dengan ayat kursi’. Tetapi Sunan Kalijaga tidak mengajarkan ayat itu untuk perlindungan diri. Akan tetapi dengan doa yang disusun Sunan Kalijaga sendiri digalinya dan dipadukan dengan ajaran Islam. Kemudian lahirlah Tembang Rumekso Ing Wengi sebanyak 5 bait, yang berbunyi sebagai berikut Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lara Luputa bilahi kabeh Jin setan datan purun Peneluhan tan ana wani Miwah panggawe ala Gunaning wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana ngarah ing mami Guna duduk pan sirna Jika dilihat dengan teliti, pada bait pertama mengandung ajaran tentang perlindungan dari berbagai macam kejahatan yang biasa terjadi pada malam hari tiba dan tidak jauh berbeda dengan surat An-Nas dan Al-Falaq. Tidak hanya kejahatan dari perbuatan orang-orang jahat seperti pencuri, akan tetapi kejahatan gaib seperti sihir, teluh, tuju, santet, dan yang lainnya. Jika melantunkan kidung tersebut kejahatan yang hendak menyerang kita akan pergi sendiri tanpa berperang. Susunan kata yang tertata rapi dalam doa, sebenarnya menjadi titik perhatian dan tujuan bagi orang yang membacanya. Titik perhatiannya yaitu untuk menghidupkan konsentrasi yang kuat. Kemudian kekuatan itu ditujukan dengan kalimat yang ada pada doa tersebut. Maka dari itu jangan gumunan, karena dalam Hadits disebutkan bahwa, “Al-du’au mukhkhu al-ibadah.” Doa itu inti ibadah, Hadits ini diriwayatkan oleh A-Tirmidzi. Ada juga Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, yang disebutkan bahwa doa itu harus disertai dengan keyakinan biar terkabul. Sakehing lara pan samya bali Sakeh ngama pan sami miruda Welas asih pandulune Sakehing braja luput Kado kapuk tibaning wesi Sakehing wisa tawa Sato galak tutut Kayu aeng lemah sangar Songing landhak guwaning wong lemah miring Myang pakponing merak Dalam bait ke dua dinyatakan bahwa khasiat setelah membaca doa ini ialah untuk menolak serangan hama di sawah dan ladang, kemudian juga untuk menolak serangan senjata. Makna dalam bait tersebut ialah, bahwa semua penyakit itu akan pulang ke tempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan sendirinya, semua senjata tidak mengenainya, binatang buas menjadi jinak. Pagupakaning warak sakalir Nadyan arca myang segara asat Temahan rahayu kabeh Apan sarira ayu Ingideran kang widadari Rineksa malaekat Lan sagung pra rasul Pinayuning ing Hyang Suksma Ati Adam utekku bagindan Esis Pangucapku ya Musa Napasku nabi ngisa linuwih Nabi yakup pamiyarsaningwang Dawud suwaraku mangke Nabi Ibrahim nyawaku Nabi Sleman kasekten mami Nabi Yusup rupeng wang Edris ing rambutku Bagindha Ngali kuliting wang Abu Bakar getih daging Ngumar singgih Balung bagindha Ngusman. Sungsumingsun Patimah linuwih Siti Aminah bayuning angga Ayup ing ususku mangke Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing otot mami Netraku ya Muhammad Pemeluku Rasul Pinayungan Adam Kawa Sampun pepak sakathahe para nabi Dadya sarira tunggal Dalam bait ke tiga bahwa kidung Rumekso Ing Wengi itu juga untuk memperoleh keselamatan lahir dan batin dalam hidup ini. Termasuk untuk mendapatkan keturunan yang sentosa hidupnya, serta luhur budi pekertinya. Kandungan dalam ke tiga bait tersebut yaitu, bahwa kayu ajaib, tanah angker, liang landak, gua orang, tanah miring sarang merak, dan kandang semua badak, batu dan laut menjadi kering, semua itu akan menemukan keselamatan. Badan menjadi selamat karena dikelilingi oleh para malaikat dan dilindungi oleh Allah SWT. Kemudian pada akhir bait kedua dan awal bait ketiga merupakan simbol untuk kehidupan. Kalimat Hayyu jika dibaca oleh orang Jawa maka menjadi kayu, yang artinya hidup. Benih hidup disebut sebagai pohon ajaib, sedangkan tanah sebagai tempat tumbuhnya benih yang dinamakan tanah angker atau tanah keramat. Karena tanah keramat hanya bisa ditanami bila dalam keadaan suci dan halal. Liang landak, gua orang, tanah miring, sarang merak, dan kandang semua badak, merupakan simbol organ perempuan bagi tempat berseminya janin. Itu semua merupakan lambang bagi tempat pertumbuhan janin, baik perempuan maupun laki-laki. Keringnya batu dan lautan merupakan wujud dari sperma dan sel telur. Semuanya selamat, karena adanya daya dari para malaikat dan ada dalam lindungan Allah SWT. Keselamatan terwujud bukan hanya sekedar bebas dari gangguan, melainkan juga menjadi wujud manunggalnya daya para nabi dan sahabat dalam badan manusia yang menghadirkan kidung tersebut. Karena hati merupakan tempatnya rasa. Dan letak hidup ada dalam rasa. Letak ingsun ada dalam rasa. Bahwa ada salah satu Hadits qudsi yang berbunyi seperti ini “Manusia itu rasaku, sedangkan aku adalah rasanya.” Nabi Adam adalah nabi pertama, sumber budi dan hati bagi manusia, oleh karena itu hati manusia juga merupakan kebesaran dari Allah SWT. Referensi Badlowi Syamsuri. 1995. Kisah Wali songo. Surabaya Apollo Achmad Chodim. 2018. Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat. Jombang; PT. Bentara Aksara Cahaya Agus Sunyoto. 2012. Atlas Walisongo. Depok Pustaka IIMaN Karsono H. Saputra. 2001. Sekar Macapat. Jakarta Wedatama Widya Sastra Otto Sukatno. 2001. Paramayoga Ranggawarsita mitos asal-usul manusia Jawa. Yogyakarta Yayasan Bentang Budaya Kontributor Nabila Quthrotunnada, Semester V Post Views 2,419

Adasebuah kidung doa permohonan dotengah malam. Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat. Guna-guna tersingkir. Api jadi air. Pencuripun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap.

Lanjut ke konten Sunan Kalijaga menyusun beberapa doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusunnya itu berupa kidung atau mantra. Di antara doa-doa Sunan kalijaga, yang amat terkenal adalah kidung “Rumeksa Ing Wengi” [Perlindungan di malam hari]. Kidung ini juga dikenal sebagai “Mantra Wedha”. Doa penyembuhan. Kidung ini disebut mantra, karena jika kidung ini diucapkan dengan keyakinan yang tinggi akan menghasilkan kekuatan gaib. Berguna untuk perlindungan dan penyembuhan. Nabi Muhammad banyak mengajarkan dari doa bangun tidur, ke mamar kecil, berpakaian, makan, keluar rumah, bekerja , hingga kembali pulang ke rumah dan doa sebelum tidur. Semua kegiatan tersebut itu terus menerus di iringi doa. Ada sebuah hadist yang berasal dari Abu Hurairah dan dirawayatkan Ibnu Majah. Pada waktu itu, Abu Hurairah bertiduran karena perutnya sakit. Lalu, Nabi memintanya bangkit dan berdoa “Bangkit dan berdoalah, karena sesungguhnya dalam doa terkandung kekuatan untuk penyembuhan. Ada dua hal yang perlu di perhatikan dalam berdoa, yaitu keyakinan dan bahasa doa itu sendiri. Yang baik, tentu saja yang disertai keyakinan yang tinggi dalam berdoa, dan mengerti makna doa yang di ucapkannya. Bahasanya Sunan Kalijaga itu Jawa maka disusunlah doa mantra berbahasa Jawa. Mengapa Sunan Kalijaga perlu menyusun doa mantra sendiri, kan sudah ada tuntunan doa dari Kanjeng Nabi Muhammad ? karena kan sudah jelas, bahwa doa itu akan lebih mudah dihayati dan diyakini bila bahasanya dimengerti. Dan , dalam doa yang di praktikkan secara sungguh-sungguh, terkandung kerja. Orare est laborare, laborare est orare, “berdoa artinya bekerja, bekerja artinya berdoa”. [ungkapan Larry Dossey] Ahmad Ariefuddin Navigasi pos Menurutsaya ilmu sapu jagat ini adalah warisan penting dari Sunan Kalijaga untuk kita semua agar dapat hidup dengan sejahtera dan bahagia dunia akhirat. Tanah Jawa sangat dikenal memiliki banyak Ajiaan atau Ilmu-ilmu penting yang diajarkan turun menurun dari wali Allah. (BACA JUGA:Ajian Prabu Siliwangi! Wabah yang melanda Indonesia hari ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Pembaca tentu juga sudah banyak memperoleh literatur bacaan bahwa sejak masa Rasulullah saw pun wabah sudah pernah menyerang suatu negeri. Sebelum Indonesia merdeka, di mana negeri kita masih terdiri dari kerajaan-kerajaan, wabah penyakit juga pernah menyerang suatu wilayah kerajaan, misalnya kerajaan di pulau Jawa. Pada suatu masa di tahun 1409 ketika Raden Patah berkuasa dan memimpin kerajaan Demak muncul wabah penyakit yang oleh masyarakat saat itu disebut sebagai Lelepah. Akibat wabah Lelepah, banyak masayarakat Demak meninggal secara mendadak hanya dalam hitungan jam. Wabah Lelepah membuat masyarakat dan penguasa Demak saat itu panik dan takut. Melihat kepanikan dan ketakutan rakyatnya yang semakin hari semakin tidak terkendali, Raden Patah pun mendatangi Dewan Wali yang beranggotakan Sembilan Ulama agar memberikan solusi atas kondisi pandemi tersebut. Dari semua anggota Dewan Wali adalah Sunan Kalijaga yang saat itu hadir dengan syair-syair yang memuat do’a-do’a di dalamnya. Do’a-do’a dalam syair itu berbahasa jawa yang kemudian dikenal dengan mantra atau kidung Rumeksa Ing Wengi Perlindungan pada malam hari. Nyanyian atau syair yang mengandung nilai-nilai do’a atau mantra dapat disebut sebagai kidung. Sedangkan Kidung Rumekso Ing Wengi sendiri diyakini memiliki kekuatan do’a untuk menyembuhkan dari segala macam penyakit dan memiliki kekuatan untuk melindungi diri. “Ana kidung rumeksa ing wengi/ teguh ayu luputa ing lelara/ luputa bilahi kabeh/ jin setan datan purun/ peneluh tan ana wani/ miwah panggawe ala/ gunaning wong luput/ geni atemahan tirta/ maling adoh tan ana ngarah mring mami/ guna duduk pan sirna..” “Ini doa penjaga malam/ semoga semua aman/ terhindar dari penyakit/ dan terhindar dari petaka/ jin dan setan tidak akan berani mengganggu/ santet tidak akan bereaksi/ sekalipun niat jahat/ tipu daya pun luput/ api akan tertangkis air/ maling menjauh dan tidak berani mendekatiku/ segala macam sihir sirna..” Sepanjang sejarah kewalian, Sunan Kalijaga sangat terkenal dengan cara dakwahnya yang mengakulturasikan ajaran Islam dengan budaya lokal setempat. Sunan Kalijaga terkenal dengan keahliannya menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang hidup di masyarakat Jawa menjadi tradisi-tradisi dalam Islam seperti Grebeg Maulud dan Sekaten untuk memperingati Maulud Nabi. Selain itu, untuk mengajak masyarakat Jawa masuk Islam, Sunan Kalijaga juga menyusun rangkaian do’a-do’a dalam bahasa Jawa berupa mantra atau kidung nyanyian/lagu. Rangkaian do’a-do’a itu terkumpul dalam sebuah serat yang dinamai dengan Serat Kidungan. Serat Kidungan berisi beberapa kidung seperti, Kidung Sarira Ayu atau Kidung Rumekso Ing Wengi, Kidung Artati, Kidung Jati Mulya, dan Kidung Mar Marti. Mantra dalam Pandangan Islam Kidung atau mantra dalam prespektif living Qur’an dapat dikategorikan ke dalam tradisi tulis. Sebab, baik kidung maupun mantra merupakan implementasi dari sebuah pemahaman yang substantive dan memiliki korelasi dengan surat Mu’awwidhatain yang termanifestasi ke dalam bentuk kidung atau mantra. Surat Mu’awwidhatain adalah kumpulan dari tiga surat yakni surat al-Falaq, Al-Nas, dan Al-Ikhlas yang mengandung nilai-nilai ke-tauhid-an, keselamatan dan perlindungan. Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dikatakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw me-ruqyah dirinya sendiri dengan surat Mu’awwidhatain. Hingga kemudian dalam sejarah perjalanan umat muslim yang lebih dari seribu tahun, surat Mu’awwidhatain dipercaya sebagai wirid dan jampi-jampi. Begitu juga dalam tradisi masyarakat Jawa, surat Mu’awwidhatain sering dirapalkan dalam berbagai kesempatan dan kegiatan seperti halnya tahlil, selamatan, yasinan, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam menilai penggunaan mantra, Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang diriwaytakan oleh Muslim; Dari Auf bin Malik Al Asyja’I RA, dia berkata, “Pada masa jahiliah kami sering mengguakan mantera. Lalu kepada Rasulullah saw kami tanyakan hal itu kepadanya, “Ya Rasulullah, bagaimana menurut engkau tentang mantera?” Beliau berkata, “Selama tidak mengandung syirik, penggunaan mantra tidak menjadi persoalan.” Semangat Mu’awwidhatain dalam Mantra Kandungan nilai-nilai dalam Kidung Rumekso Ing Wengi selaras dengan kandungan dalam surat Mu’awwidhatain. Pertama, Kidung Rumekso Ing Wengi mengajarkan kepada masyarakat agar memohon perlindungan dari bahaya kepada Hyang Widhi atau Hyang Maha Suci Allah; Tuhan Yang Satu yang selaras dalam kandungan surat Mu’awwidhatain yang memberikan perlindungan dari semua kejahatan secara umum al-Falaq 2 dan kejahatan secara khusus seperti; kejahatan malam al-Falaq 3, kejahatan manusia al-Falaq 4-5, serta kejahatan jin dan setan al-Nas 4-5. Kidung Rumekso Ing Wengi juga memiliki nilai-nilai ke-tauhid-an sebagaimana dalam surat Mu’awwidhatain yang terkandung dalam surat al-Ikhlas. Surat al-Iklhas adalah surat yang menjadi munasabah dari surat Mu’awwidhatain yang hanya memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Esa. Ke-tauhid-an itu terekam dalam bait-bait Kidung Rumekso Ing Wengi yang menyandarkan segala urusan kepada Hyang Widhi atau Hyang Maha Suci seperti dalam bait ke-7 dan ke-10. Bait ke-7 “Lamun rasa tulus nandur pari/ puwasaa sawengi sadina/ iserana galengane/ wacanen kidung iku/ data nana ama kang prapti/ lamun sira aperang/ wateken ing sekul/ antuka tigang pukulan/ kang amangan rineksa dening Hyang Widdhi/ rahayu ing payudan” Bait ke-10 “Sing sapa reeke angsa nglakoni/ amutiha lawan anawaa/ patang puluh dina bae/ lan tangi wektu subuh/ miwah sabar syukuran ati/ insya Allah tinekan/ sakarsanireku/ tumrah sanak-rakyatira/ saking sawabing ilmu pangiket mami/ duk aning Kalijaga” Para leluhur bangsa kita sebenarnya telah meninggalkan warisan yang amat berharga dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Seperti upaya pencegahan dan ikhtiar menjaga diri dari serangan virus corona yang mewabah di negeri hari ini. Selain ikhtiar dengan pola hidup sehat, kita juga dianjurkan memohon perlindungan kepada Tuhan, Allah Yang Esa. Bahkan, di masyarakat lokal seperti Jawa, para leluhur dan ulama pun meninggalkan warisan yang sesuai dengan budaya, kebiasaan, dan pemahaman mereka tanpa terlepas dari nilai-nilai Islam. .
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/76
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/237
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/181
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/371
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/203
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/273
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/205
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/99
  • 71ehzp6ofv.pages.dev/362
  • doa sunan kalijaga bahasa jawa