Sunan Kalijaga mempunyai nama panggilan pendek, yaitu Sunan Kali. Nama kecilnya yaitu, Raden Syahid. Beliau adalah putra seorang adipati Tuban Tumenggung Wilatikta. Beliau juga termasuk anggota wali sanga yang sangat populer di Tanah Jawa. Namun jarang orang yang mengetahui akan ajarannya. Umumnya orang mengenal ajarannya dari kidung atau tembang. Diantaranya yaitu, tembang âIlir-ilirâ. Sunan Kalijaga menyusun berbagai doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusun beliau itu namanya kidung. Di antara doa-doa beliau yang sangat populer yaitu kidung âRumekso Ing Wengiâ yang artinya perlindungan pada malam hari. Kidung ini dikenal sebagai âMantra Wedhaâ Doa penyembuhan, karena jika kidung ini diucapkan dengan keyakinan yang tinggi maka akan menghasilkan kekuatan gaib, yang berguna untuk perlindungan dan penyembuhan. Ada dua hal yang perlu diketahui dalam doa, yaitu keyakinan dan bahasa doa itu sendiri. Yang disertai dengan keyakinan yang tinggi dalam berdoa dan mengerti makna doa yang diucapkan. Seperti, bahasa Sunan Kalijaga itu Jawa maka beliau menyusun lah doa-doa yang berbahasa Jawa, agar dapat dipahami oleh orang Jawa. Pada saat itu Sunan Kalijaga sudah memeluk agama Islam. Kemudian sunan Kalijaga mentransformasikan agama Islam oleh kepada Orang-orang Jawa. Yang menurut orang Jawa bahwa Agama Islam itu terasa asing bagi mereka. Sunan Kalijaga memiliki doa utama ketika malam hari yaitu doa untuk keselamatan pada malam hari. Keselamatan yang nyata, Keselamatan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya bagi orang-orang yang memeluk agama yang dibawa Sunan Kalijaga. Kita tahu bahwa pada malam hari waktunya semua orang istirahat, dan pada waktu itu suasana malam hari sangat menyeramkan tanpa ada lampu listrik. Maka dari itu, Sunan Kalijaga menyusun doa-doa agar semua orang pada saat itu tetap dalam keselamatan. Dalam Al-Qurâan juga ada surat yang dibaca untuk keselamatan atau perlindungan, yaitu Surah Al-Baqarah ayat 255, yang sering disebut dengan ayat kursiâ. Tetapi Sunan Kalijaga tidak mengajarkan ayat itu untuk perlindungan diri. Akan tetapi dengan doa yang disusun Sunan Kalijaga sendiri digalinya dan dipadukan dengan ajaran Islam. Kemudian lahirlah Tembang Rumekso Ing Wengi sebanyak 5 bait, yang berbunyi sebagai berikut Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh hayu luputa ing lara Luputa bilahi kabeh Jin setan datan purun Peneluhan tan ana wani Miwah panggawe ala Gunaning wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana ngarah ing mami Guna duduk pan sirna Jika dilihat dengan teliti, pada bait pertama mengandung ajaran tentang perlindungan dari berbagai macam kejahatan yang biasa terjadi pada malam hari tiba dan tidak jauh berbeda dengan surat An-Nas dan Al-Falaq. Tidak hanya kejahatan dari perbuatan orang-orang jahat seperti pencuri, akan tetapi kejahatan gaib seperti sihir, teluh, tuju, santet, dan yang lainnya. Jika melantunkan kidung tersebut kejahatan yang hendak menyerang kita akan pergi sendiri tanpa berperang. Susunan kata yang tertata rapi dalam doa, sebenarnya menjadi titik perhatian dan tujuan bagi orang yang membacanya. Titik perhatiannya yaitu untuk menghidupkan konsentrasi yang kuat. Kemudian kekuatan itu ditujukan dengan kalimat yang ada pada doa tersebut. Maka dari itu jangan gumunan, karena dalam Hadits disebutkan bahwa, âAl-duâau mukhkhu al-ibadah.â Doa itu inti ibadah, Hadits ini diriwayatkan oleh A-Tirmidzi. Ada juga Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, yang disebutkan bahwa doa itu harus disertai dengan keyakinan biar terkabul. Sakehing lara pan samya bali Sakeh ngama pan sami miruda Welas asih pandulune Sakehing braja luput Kado kapuk tibaning wesi Sakehing wisa tawa Sato galak tutut Kayu aeng lemah sangar Songing landhak guwaning wong lemah miring Myang pakponing merak Dalam bait ke dua dinyatakan bahwa khasiat setelah membaca doa ini ialah untuk menolak serangan hama di sawah dan ladang, kemudian juga untuk menolak serangan senjata. Makna dalam bait tersebut ialah, bahwa semua penyakit itu akan pulang ke tempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan sendirinya, semua senjata tidak mengenainya, binatang buas menjadi jinak. Pagupakaning warak sakalir Nadyan arca myang segara asat Temahan rahayu kabeh Apan sarira ayu Ingideran kang widadari Rineksa malaekat Lan sagung pra rasul Pinayuning ing Hyang Suksma Ati Adam utekku bagindan Esis Pangucapku ya Musa Napasku nabi ngisa linuwih Nabi yakup pamiyarsaningwang Dawud suwaraku mangke Nabi Ibrahim nyawaku Nabi Sleman kasekten mami Nabi Yusup rupeng wang Edris ing rambutku Bagindha Ngali kuliting wang Abu Bakar getih daging Ngumar singgih Balung bagindha Ngusman. Sungsumingsun Patimah linuwih Siti Aminah bayuning angga Ayup ing ususku mangke Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing otot mami Netraku ya Muhammad Pemeluku Rasul Pinayungan Adam Kawa Sampun pepak sakathahe para nabi Dadya sarira tunggal Dalam bait ke tiga bahwa kidung Rumekso Ing Wengi itu juga untuk memperoleh keselamatan lahir dan batin dalam hidup ini. Termasuk untuk mendapatkan keturunan yang sentosa hidupnya, serta luhur budi pekertinya. Kandungan dalam ke tiga bait tersebut yaitu, bahwa kayu ajaib, tanah angker, liang landak, gua orang, tanah miring sarang merak, dan kandang semua badak, batu dan laut menjadi kering, semua itu akan menemukan keselamatan. Badan menjadi selamat karena dikelilingi oleh para malaikat dan dilindungi oleh Allah SWT. Kemudian pada akhir bait kedua dan awal bait ketiga merupakan simbol untuk kehidupan. Kalimat Hayyu jika dibaca oleh orang Jawa maka menjadi kayu, yang artinya hidup. Benih hidup disebut sebagai pohon ajaib, sedangkan tanah sebagai tempat tumbuhnya benih yang dinamakan tanah angker atau tanah keramat. Karena tanah keramat hanya bisa ditanami bila dalam keadaan suci dan halal. Liang landak, gua orang, tanah miring, sarang merak, dan kandang semua badak, merupakan simbol organ perempuan bagi tempat berseminya janin. Itu semua merupakan lambang bagi tempat pertumbuhan janin, baik perempuan maupun laki-laki. Keringnya batu dan lautan merupakan wujud dari sperma dan sel telur. Semuanya selamat, karena adanya daya dari para malaikat dan ada dalam lindungan Allah SWT. Keselamatan terwujud bukan hanya sekedar bebas dari gangguan, melainkan juga menjadi wujud manunggalnya daya para nabi dan sahabat dalam badan manusia yang menghadirkan kidung tersebut. Karena hati merupakan tempatnya rasa. Dan letak hidup ada dalam rasa. Letak ingsun ada dalam rasa. Bahwa ada salah satu Hadits qudsi yang berbunyi seperti ini âManusia itu rasaku, sedangkan aku adalah rasanya.â Nabi Adam adalah nabi pertama, sumber budi dan hati bagi manusia, oleh karena itu hati manusia juga merupakan kebesaran dari Allah SWT. Referensi Badlowi Syamsuri. 1995. Kisah Wali songo. Surabaya Apollo Achmad Chodim. 2018. Sunan Kalijaga Mistik dan Makrifat. Jombang; PT. Bentara Aksara Cahaya Agus Sunyoto. 2012. Atlas Walisongo. Depok Pustaka IIMaN Karsono H. Saputra. 2001. Sekar Macapat. Jakarta Wedatama Widya Sastra Otto Sukatno. 2001. Paramayoga Ranggawarsita mitos asal-usul manusia Jawa. Yogyakarta Yayasan Bentang Budaya Kontributor Nabila Quthrotunnada, Semester V Post Views 2,419
Adasebuah kidung doa permohonan dotengah malam. Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat. Guna-guna tersingkir. Api jadi air. Pencuripun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap.
Lanjut ke konten Sunan Kalijaga menyusun beberapa doa dalam bahasa Jawa. Doa-doa yang disusunnya itu berupa kidung atau mantra. Di antara doa-doa Sunan kalijaga, yang amat terkenal adalah kidung âRumeksa Ing Wengiâ [Perlindungan di malam hari]. Kidung ini juga dikenal sebagai âMantra Wedhaâ. Doa penyembuhan. Kidung ini disebut mantra, karena jika kidung ini diucapkan dengan keyakinan yang tinggi akan menghasilkan kekuatan gaib. Berguna untuk perlindungan dan penyembuhan. Nabi Muhammad banyak mengajarkan dari doa bangun tidur, ke mamar kecil, berpakaian, makan, keluar rumah, bekerja , hingga kembali pulang ke rumah dan doa sebelum tidur. Semua kegiatan tersebut itu terus menerus di iringi doa. Ada sebuah hadist yang berasal dari Abu Hurairah dan dirawayatkan Ibnu Majah. Pada waktu itu, Abu Hurairah bertiduran karena perutnya sakit. Lalu, Nabi memintanya bangkit dan berdoa âBangkit dan berdoalah, karena sesungguhnya dalam doa terkandung kekuatan untuk penyembuhan. Ada dua hal yang perlu di perhatikan dalam berdoa, yaitu keyakinan dan bahasa doa itu sendiri. Yang baik, tentu saja yang disertai keyakinan yang tinggi dalam berdoa, dan mengerti makna doa yang di ucapkannya. Bahasanya Sunan Kalijaga itu Jawa maka disusunlah doa mantra berbahasa Jawa. Mengapa Sunan Kalijaga perlu menyusun doa mantra sendiri, kan sudah ada tuntunan doa dari Kanjeng Nabi Muhammad ? karena kan sudah jelas, bahwa doa itu akan lebih mudah dihayati dan diyakini bila bahasanya dimengerti. Dan , dalam doa yang di praktikkan secara sungguh-sungguh, terkandung kerja. Orare est laborare, laborare est orare, âberdoa artinya bekerja, bekerja artinya berdoaâ. [ungkapan Larry Dossey] Ahmad Ariefuddin Navigasi pos Menurutsaya ilmu sapu jagat ini adalah warisan penting dari Sunan Kalijaga untuk kita semua agar dapat hidup dengan sejahtera dan bahagia dunia akhirat. Tanah Jawa sangat dikenal memiliki banyak Ajiaan atau Ilmu-ilmu penting yang diajarkan turun menurun dari wali Allah. (BACA JUGA:Ajian Prabu Siliwangi! Wabah yang melanda Indonesia hari ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Pembaca tentu juga sudah banyak memperoleh literatur bacaan bahwa sejak masa Rasulullah saw pun wabah sudah pernah menyerang suatu negeri. Sebelum Indonesia merdeka, di mana negeri kita masih terdiri dari kerajaan-kerajaan, wabah penyakit juga pernah menyerang suatu wilayah kerajaan, misalnya kerajaan di pulau Jawa. Pada suatu masa di tahun 1409 ketika Raden Patah berkuasa dan memimpin kerajaan Demak muncul wabah penyakit yang oleh masyarakat saat itu disebut sebagai Lelepah. Akibat wabah Lelepah, banyak masayarakat Demak meninggal secara mendadak hanya dalam hitungan jam. Wabah Lelepah membuat masyarakat dan penguasa Demak saat itu panik dan takut. Melihat kepanikan dan ketakutan rakyatnya yang semakin hari semakin tidak terkendali, Raden Patah pun mendatangi Dewan Wali yang beranggotakan Sembilan Ulama agar memberikan solusi atas kondisi pandemi tersebut. Dari semua anggota Dewan Wali adalah Sunan Kalijaga yang saat itu hadir dengan syair-syair yang memuat doâa-doâa di dalamnya. Doâa-doâa dalam syair itu berbahasa jawa yang kemudian dikenal dengan mantra atau kidung Rumeksa Ing Wengi Perlindungan pada malam hari. Nyanyian atau syair yang mengandung nilai-nilai doâa atau mantra dapat disebut sebagai kidung. Sedangkan Kidung Rumekso Ing Wengi sendiri diyakini memiliki kekuatan doâa untuk menyembuhkan dari segala macam penyakit dan memiliki kekuatan untuk melindungi diri. âAna kidung rumeksa ing wengi/ teguh ayu luputa ing lelara/ luputa bilahi kabeh/ jin setan datan purun/ peneluh tan ana wani/ miwah panggawe ala/ gunaning wong luput/ geni atemahan tirta/ maling adoh tan ana ngarah mring mami/ guna duduk pan sirna..â âIni doa penjaga malam/ semoga semua aman/ terhindar dari penyakit/ dan terhindar dari petaka/ jin dan setan tidak akan berani mengganggu/ santet tidak akan bereaksi/ sekalipun niat jahat/ tipu daya pun luput/ api akan tertangkis air/ maling menjauh dan tidak berani mendekatiku/ segala macam sihir sirna..â Sepanjang sejarah kewalian, Sunan Kalijaga sangat terkenal dengan cara dakwahnya yang mengakulturasikan ajaran Islam dengan budaya lokal setempat. Sunan Kalijaga terkenal dengan keahliannya menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang hidup di masyarakat Jawa menjadi tradisi-tradisi dalam Islam seperti Grebeg Maulud dan Sekaten untuk memperingati Maulud Nabi. Selain itu, untuk mengajak masyarakat Jawa masuk Islam, Sunan Kalijaga juga menyusun rangkaian doâa-doâa dalam bahasa Jawa berupa mantra atau kidung nyanyian/lagu. Rangkaian doâa-doâa itu terkumpul dalam sebuah serat yang dinamai dengan Serat Kidungan. Serat Kidungan berisi beberapa kidung seperti, Kidung Sarira Ayu atau Kidung Rumekso Ing Wengi, Kidung Artati, Kidung Jati Mulya, dan Kidung Mar Marti. Mantra dalam Pandangan Islam Kidung atau mantra dalam prespektif living Qurâan dapat dikategorikan ke dalam tradisi tulis. Sebab, baik kidung maupun mantra merupakan implementasi dari sebuah pemahaman yang substantive dan memiliki korelasi dengan surat Muâawwidhatain yang termanifestasi ke dalam bentuk kidung atau mantra. Surat Muâawwidhatain adalah kumpulan dari tiga surat yakni surat al-Falaq, Al-Nas, dan Al-Ikhlas yang mengandung nilai-nilai ke-tauhid-an, keselamatan dan perlindungan. Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dikatakan bahwa suatu ketika Rasulullah saw me-ruqyah dirinya sendiri dengan surat Muâawwidhatain. Hingga kemudian dalam sejarah perjalanan umat muslim yang lebih dari seribu tahun, surat Muâawwidhatain dipercaya sebagai wirid dan jampi-jampi. Begitu juga dalam tradisi masyarakat Jawa, surat Muâawwidhatain sering dirapalkan dalam berbagai kesempatan dan kegiatan seperti halnya tahlil, selamatan, yasinan, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam menilai penggunaan mantra, Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang diriwaytakan oleh Muslim; Dari Auf bin Malik Al AsyjaâI RA, dia berkata, âPada masa jahiliah kami sering mengguakan mantera. Lalu kepada Rasulullah saw kami tanyakan hal itu kepadanya, âYa Rasulullah, bagaimana menurut engkau tentang mantera?â Beliau berkata, âSelama tidak mengandung syirik, penggunaan mantra tidak menjadi persoalan.â Semangat Muâawwidhatain dalam Mantra Kandungan nilai-nilai dalam Kidung Rumekso Ing Wengi selaras dengan kandungan dalam surat Muâawwidhatain. Pertama, Kidung Rumekso Ing Wengi mengajarkan kepada masyarakat agar memohon perlindungan dari bahaya kepada Hyang Widhi atau Hyang Maha Suci Allah; Tuhan Yang Satu yang selaras dalam kandungan surat Muâawwidhatain yang memberikan perlindungan dari semua kejahatan secara umum al-Falaq 2 dan kejahatan secara khusus seperti; kejahatan malam al-Falaq 3, kejahatan manusia al-Falaq 4-5, serta kejahatan jin dan setan al-Nas 4-5. Kidung Rumekso Ing Wengi juga memiliki nilai-nilai ke-tauhid-an sebagaimana dalam surat Muâawwidhatain yang terkandung dalam surat al-Ikhlas. Surat al-Iklhas adalah surat yang menjadi munasabah dari surat Muâawwidhatain yang hanya memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Esa. Ke-tauhid-an itu terekam dalam bait-bait Kidung Rumekso Ing Wengi yang menyandarkan segala urusan kepada Hyang Widhi atau Hyang Maha Suci seperti dalam bait ke-7 dan ke-10. Bait ke-7 âLamun rasa tulus nandur pari/ puwasaa sawengi sadina/ iserana galengane/ wacanen kidung iku/ data nana ama kang prapti/ lamun sira aperang/ wateken ing sekul/ antuka tigang pukulan/ kang amangan rineksa dening Hyang Widdhi/ rahayu ing payudanâ Bait ke-10 âSing sapa reeke angsa nglakoni/ amutiha lawan anawaa/ patang puluh dina bae/ lan tangi wektu subuh/ miwah sabar syukuran ati/ insya Allah tinekan/ sakarsanireku/ tumrah sanak-rakyatira/ saking sawabing ilmu pangiket mami/ duk aning Kalijagaâ Para leluhur bangsa kita sebenarnya telah meninggalkan warisan yang amat berharga dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Seperti upaya pencegahan dan ikhtiar menjaga diri dari serangan virus corona yang mewabah di negeri hari ini. Selain ikhtiar dengan pola hidup sehat, kita juga dianjurkan memohon perlindungan kepada Tuhan, Allah Yang Esa. Bahkan, di masyarakat lokal seperti Jawa, para leluhur dan ulama pun meninggalkan warisan yang sesuai dengan budaya, kebiasaan, dan pemahaman mereka tanpa terlepas dari nilai-nilai Islam. .